Pengertian
Hidayah
Hidayah
artinya petunjuk, bimbingan, keterangan, dan kebenaran.
Hidayah adalah petunjuk Allah swt. terhadap makhluk-Nya tentang sesuatu yang mengandung kebenaran atau sesuatu yang berharga dan membawa keselamatan.
Hidayah adalah petunjuk Allah swt. terhadap makhluk-Nya tentang sesuatu yang mengandung kebenaran atau sesuatu yang berharga dan membawa keselamatan.
Penggunaan
Kata Hidayah Dalam Al-Qur’an
Hidayah secara bahasa berasal dari kata hadaa-yahdii-hidaayatan
yang berarti memberi petunjuk yang benar.
Dalam kitab Tafsir Al-Munir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hidayah Allah adalah petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia agar manusia berjalan di jalan yang lurus, jalan yang penuh dengan kebenaran bukan jalan orang-orang yang sesat dan menyesatkan.
Dalam kitab Tafsir Al-Munir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hidayah Allah adalah petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia agar manusia berjalan di jalan yang lurus, jalan yang penuh dengan kebenaran bukan jalan orang-orang yang sesat dan menyesatkan.
Penggunaan
bentuk terkadang untuk menunjukkan bahwa petunjuk itu diperoleh melalui jalan
ikhtiar, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi,
seperti digambarkan dalam surat al-An'am [6]:97
seperti digambarkan dalam surat al-An'am [6]:97
“Dan
Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut…”
Terkadang
juga mengandung arti “pengharapan akan hidayah” seperti QS. al-Baqarah [2]: 53
“Dan
(ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa al-Kitab (Taurat) dan keterangan
yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk”
Ibnu
Katsir (774-1373 M) seorang mufasir dan ahli hadits, mengatakan bahwa hidayah
dipakai oleh ayat-ayat al-Qur’an dalam arti penjelasan, petunjuk, dan
taufiq.
Hidayah dengan makna penjelasan mengacu kepada dua hal:
(1) menjelaskan sesuatu yang baik dan membawa kepada kebenaran dan keselamatan
(2) menjelaskan sesuatu yang buruk dan membawa kepada kesesatan.
Kedua bentuk penjelasan itu terlihat pada QS. al-Balad [90]: 10
Hidayah dengan makna penjelasan mengacu kepada dua hal:
(1) menjelaskan sesuatu yang baik dan membawa kepada kebenaran dan keselamatan
(2) menjelaskan sesuatu yang buruk dan membawa kepada kesesatan.
Kedua bentuk penjelasan itu terlihat pada QS. al-Balad [90]: 10
Hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi lima hal.
(1) hidayah ilhami, yaitu fitrah yang Allah berikan kepada semua makhluk ciptaan-Nya.
(2) hidayah hawasi, yaitu hidayah yang membuat makhluk Allah mampu merespon suatu peristiwa dengan respon yang sesuai.
(3) hidayah aqli, yakni hidayah yang diberikan khusus kepada manusia yang membuatnya bisa berpikir.
(4) hidayah agama, yakni sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia bisa membedakan antara baik dan buruk.
(5) hidayah taufik, yaitu hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya.
Pembagian
dan Bentuk Hidayah
Muhammad
Mustafa al-Maraghi (1881-1945), mufasir kontemporer dari Mesir,
membagi hidayah yang diberikan Allah swt. untuk manusia kepada dua bentuk,
yaitu:
al-Hidayah al-`Ammah (hidayah yang umum)
dan al-Hidayah al-Khas (hidayah yang khusus).
Hidayah yang umum ialah hidayah yang diberikan Allah swt. kepada segenap manusia untuk dijadikannya sebagai petunjuk dalam hidupnya,
sedangkan Hidayah yang khusus ialah hidayah yang hanya dianugerahkan Allah swt. kepada sebagian manusia saja. Dengan hidayah ini manusia akan sampai kepada kebenaran sejati dan akan selamat dalam hidupnya.
membagi hidayah yang diberikan Allah swt. untuk manusia kepada dua bentuk,
yaitu:
al-Hidayah al-`Ammah (hidayah yang umum)
dan al-Hidayah al-Khas (hidayah yang khusus).
Hidayah yang umum ialah hidayah yang diberikan Allah swt. kepada segenap manusia untuk dijadikannya sebagai petunjuk dalam hidupnya,
sedangkan Hidayah yang khusus ialah hidayah yang hanya dianugerahkan Allah swt. kepada sebagian manusia saja. Dengan hidayah ini manusia akan sampai kepada kebenaran sejati dan akan selamat dalam hidupnya.
Al-Maraghi
membagi Hidayah umum ini kepada empat bentuk, yaitu:
(1) Hidayah al-ilham (petunjuk ilham), yaitu berupa gharizah
(insting, pembawaan asli) yang dibawa oleh setiap manusia sejak kelahirannya,
seperti: bayi yang baru lahir, tanpa belajar dapat menyusu pada ibunya.
Hidayah dalam bentuk ini bukan hanya milik manusia, tetapi dikaruniakan juga
oleh Allah swt. kepada makhluk-makhluk lain, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan lain-lain.
Sementara itu Abu Kalam Azad, memberi istilah dengan hidayah wijdan, yaitu gerak hati yang terdapat dalam bakat manusia atau binatang.
Kemampuan alamiah ini dianugerahkan Allah swt. kepada manusia sejak bayi. Ayat-ayat yang dijadikan rujukan bagi jenis hidayah ini, misalnya QS. Thoha [20]: 50.
Sementara itu Abu Kalam Azad, memberi istilah dengan hidayah wijdan, yaitu gerak hati yang terdapat dalam bakat manusia atau binatang.
Kemampuan alamiah ini dianugerahkan Allah swt. kepada manusia sejak bayi. Ayat-ayat yang dijadikan rujukan bagi jenis hidayah ini, misalnya QS. Thoha [20]: 50.
“Musa
berkata: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”
(2) Hidayah al-Hawasy (petunjuk alat indera) yaitu berupa
pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan inderawi, dan peradaban.
Dengan indera ini manusia dapat membedakan sesuatu yang bermanfaat dan mudharat bagi dirinya.
Akan tetapi, hidayah dalam bentuk ini belum dapat mengantarkan manusia kepada kebenaran, karena kemampuannya sangat terbatas,
misalnya mata melihat benda yang jaraknya jauh lebih kecil dari sebenarnya; lidah orang yang sedang ditimpa sakit merasakan gula itu pahit, dan sebagainya.
Karena itu, Allah swt. menyempurnakan hidayah ini dengan hidayah akal.
Dengan indera ini manusia dapat membedakan sesuatu yang bermanfaat dan mudharat bagi dirinya.
Akan tetapi, hidayah dalam bentuk ini belum dapat mengantarkan manusia kepada kebenaran, karena kemampuannya sangat terbatas,
misalnya mata melihat benda yang jaraknya jauh lebih kecil dari sebenarnya; lidah orang yang sedang ditimpa sakit merasakan gula itu pahit, dan sebagainya.
Karena itu, Allah swt. menyempurnakan hidayah ini dengan hidayah akal.
(3) Hidayah al-‘Aql (petunjuk akal), yaitu berupa kemampuan
akal untuk memikirkan, memahami, dan mengetahui suatu objek, yang akan dapat
membawanya kepada kebenaran dan keselamatan hidup. Al-Qur’an menganjurkan
manusia agar memperhatikan segala sesuatu di sekitarnya serta memikirkan,
memahami, dan mengetahui seluk beluknya sebagai ciptaan Allah swt. guna
memantapkan keimanannya, seperti terlihat pada QS. Al-Imron [3]: 190
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
Nalar/akal
berfungsi dalam batas-batas panca indera dan tidak bisa lepas
darinya. Akal jarang sekali mampu menangkap apa yang di luar jangkauan
panca indera.
Dia tidak mampu menuntun kita ke alam kehidupan yang berada di luar jangkauan panca indera, bahkan dalam khazanah kegiatan lahiriah.
Di sana sini kadang-kadang dia bertentangan dengan nafsu, dan seringkali nafsu itulah yang menang.
Akal dengan jelas menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu akan menyebabkan luka, akan tetapi nafsu memaksa untuk mengabaikan akal.
Dia tidak mampu menuntun kita ke alam kehidupan yang berada di luar jangkauan panca indera, bahkan dalam khazanah kegiatan lahiriah.
Di sana sini kadang-kadang dia bertentangan dengan nafsu, dan seringkali nafsu itulah yang menang.
Akal dengan jelas menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu akan menyebabkan luka, akan tetapi nafsu memaksa untuk mengabaikan akal.
“Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu
bersyukur”
Kata
… di atas bukan untuk arti fisik/jasmani, tetapi merupakan suatu daya yang
terdapat dalam tubuh seseorang berfungsi memelihara akal.
(4) Hidayah ad-Den (petunjuk agama), yaitu berupa wahyu yang
diturunkan Allah swt. kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya atau
kepada manusia seluruhnya, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup guna mencapai
kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Wahyu tersebut kemudian dibukukan dan disebut
kitab suci. Salah satu kitab suci ialah al-Qur’an, yang diturunkan Allah
swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai hidayah untuk segenap manusia.. Di
samping hidayat yang umum di atas, terdapat pula hidayah yang khusus
dikaruniakan Allah swt. kepada orang tertentu, yang akan membuat keimanan dan
ketakwaan lebih mantap. Hidayah yang seperti ini bisa berwujud taufiq,
ma`nah (pertolongan Allah swt. terhadap orang-orang yang beriman), dan
lain-lain.
Hidayah
dalam bentuk-bentuk yang telah disebutkan di atas adalah milik Allah swt.
semata-mata. Oleh sebab itu, tidak seorang pun yang dapat memberikannya
selain Allah swt., baik dalam bentuk hidayah yang umum ataupun hidayah yang
khusus.
Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah swt. dalam QS. al-Qashash
[28]: 56
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”
Karenanya,
Abi Thalib bin Abdul Muttalib (85 SH/540 M-3 SH/619 M), paman Nabi
Muhammad saw., sekalipun sangat dicintai Nabi saw. dan bahkan senantiasa
memberikan dorongan dalam dakwahnya, sampai akhir hayatnya tetap berada dalam
kekafiran, karena tidak mendapat hidayah dari Allah swt.
Demikian pula kalangan orientalis yang memahami kebenaran Islam, sebagian masuk Islam karena mendapat hidayah, sedangkan sebagian tetap tidak masuk Islam karena tidak memperoleh hidayah Allah swt.
Sehubungan dengan itu, Allah swt. berfirman dalam QS. al-Baqarah [2]: 272
Demikian pula kalangan orientalis yang memahami kebenaran Islam, sebagian masuk Islam karena mendapat hidayah, sedangkan sebagian tetap tidak masuk Islam karena tidak memperoleh hidayah Allah swt.
Sehubungan dengan itu, Allah swt. berfirman dalam QS. al-Baqarah [2]: 272
“Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, a
kan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya..”
Penutup
Karena
hidayah itu hanya milik Allah swt., maka kewajiban manusia ialah memohon hidayah
tersebut kepada-Nya, di samping senantiasa melakukan tindakan-tindakan
preventif, seperti menghindari perbuatan maksiat, dan selalu melakukan
kewajiban, mempelajari ajaran agama, dan sebagainya. Firman Allah swt.
dalam QS. al-¦asyr [59]: 19
“Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang
yang fasik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar