Minggu, 21 Oktober 2012

Qurban

Qurban dalam istilah fikih adalah Udhiyyah (الأضحية
yang artinya hewan yang disembelih waktu dhuha, 
yaitu waktu saat matahari naik. 

Secara terminologi fikih, udhiyyah adalah hewan sembelihan yang terdiri onta, sapi, kambing pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasriq untuk mendekatkan diri kepada Allah.  

Kata Qurban artinya mendekatkan diri kepada Allah, maka terkadang kata itu juga digunakan untuk menyebut udhiyyah.

ada pendapat lain yang mengatakan :
kata Qurban atau korban berasal dari bahasa Arab Qurban, diambil dari kata Qoruba (fiil madhi)-yaqrobu ( fiil mudhari') -qurban wa qurbana (mashdar)
Artinya mendekati atau menghampiri (matdawam,1984)

Sejarah Qurban 

Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka Allah SWT menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah SWT berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).


juga Dalam kisah Habil dan Qabil yang disitir al-Qur'an disebutkan Qurtubi  meriwayatkan bahwa saudara kembar perempuan Qabil yang lahir bersamanya bernama Iqlimiya sangat cantik, sedangkan saudara kembar perempuan Habil bernama Layudza tidak begitu cantik. 

Dalam ajaran nabi Adam dianjurkan mengawinkan saudara kandung perempuan mendapatkan saudara lak-laki dari lain ibu. Maka timbul rasa dengki di hati Qabil terhadap Habil, sehingga ia menolak untuk melakukan pernikahan itu dan berharap bisa menikahi saudari kembarnya yang cantik. 

Lalu mereka sepakat untuk mempersembahkan qurban kepada Allah, siapa yang diterima qurbannya itulah yang akan diambil pendapatnya dan dialah yang benar di sisi Allah. 

Qabil mempersembahkan seikat buah-buahan dan habil mempersembahkan seekor domba, lalu Allah menerima qurban Habil.

 Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim AS, saat beliau diperintahkan Allah SWT untuk mengurbankan anaknya, Ismail AS. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah SWT sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan

 Dalil-Dalil Qurban:

(1) Firman Allah dalam surah al-Kauthar: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah". Ayat ini boleh dijadikan dalil disunnahkannya qurban dengan asumsi bahwa ayat tersebut madaniyyah, karena ibadah qurban mulai diberlakukan setelah beliau hijrah ke Madinah.
 (2) Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik r.a.:"Rasulullah berqurban dengan dua ekor domba gemuk bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau dengan membaca bismillah dan takbir, beliau menginjakkan kakinya di paha domba".


Keutamaan Qurban

Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. 

Sabda Nabi SAW :

"Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban." (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)

Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat,

 "Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama." (Al Jabari, 1994).

Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban.

 Sabda Nabi SAW :

"Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. ." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)


Hukum Qurban

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib.

 Allah SWT berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).

Rasulullah SAW bersabda:

من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).

Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.


Dasar kesunnahan Qurban antara lain, firman Allah SWT :  

(1) Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah." (TQS Al Kautsar : 2) 

(2) Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah." (HR. At Tirmidzi) 

(3) Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian." (HR. Ad Daruquthni)

Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. 

Firman Allah SWT yang berbunyi "wanhar" (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi'li). 

Sedang hadits At Tirmidzi, "umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum" (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), 

juga hadits Ad Daruquthni "kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum" (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi'li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), 
tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa'i et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).


Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW :

"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA.


Arti Agama

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata "Agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi".

Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali".
Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Émile Durkheim : Mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.

Agama Islam adalah
 Agama yang mempunyai peraturan mengenai suruhan dan larangan tuhan yang sesuai dengan akal pikiran, yang dibawa oleh utusan yang terpilih allah SWT yaitu junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. untuk segenap bangsa manusia supaya keluar dari pada Gelap menuju terang benderang.


Sebagaimana firman Allah ta’ala ,

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً

“Muhammad itu bukanlah seorang ayah dari salah seorang lelaki diantara kalian, akan tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para Nabi.” (QS. Al Ahzab: 40)
 
Allah ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3)

Allah ta’ala juga berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran: 19)

Allah ta’ala berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan barang siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan pernah diterima darinya dan di akhirat nanti dia akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)

Allah ta’ala mewajibkan kepada seluruh umat manusia untuk beragama demi Allah dengan memeluk agama ini. 
Allah berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Katakanlah: Wahai umat manusia, sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah bagi kalian semua, Dialah Dzat yang memiliki kekuasaan langit dan bumi, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, Dia lah yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya seorang Nabi yang ummi (buta huruf) yang telah beriman kepada Allah serta kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia supaya kalian mendapatkan hidayah.” (QS. Al A’raaf: 158)

Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

 Beliau bersabda yang artinya,  
“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangannya. Tidaklah ada seorang manusia dari umat ini yang mendengar kenabianku, baik yang beragama Yahudi maupun Nasrani lantas dia meninggal dalam keadaan tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk salah seorang penghuni neraka.”

Hakikat beriman kepada Nabi adalah dengan cara membenarkan apa yang beliau bawa dengan disertai sikap menerima dan patuh, bukan sekedar pembenaran saja. Oleh sebab itulah maka Abu Thalib tidak bisa dianggap sebagai orang yang beriman terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun dia membenarkan ajaran yang beliau bawa, bahkan dia berani bersaksi bahwasanya Islam adalah agama yang terbaik.
Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun.

 Allah ta’ala berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً

“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab dengan benar sebagai pembenar kitab-kitab yang terdahulu serta batu ujian atasnya.” (QS. Al Maa’idah: 48)

Maksud dari pernyataan Islam itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan masyarakat adalah dengan berpegang teguh dengannya tidak akan pernah bertentangan dengan kebaikan umat tersebut di masa kapan pun dan di tempat manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi bukanlah yang dimaksud dengan pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.
Agama Islam adalah agama yang benar. Sebuah agama yang telah mendapatkan jaminan pertolongan dan kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa saja yang berpegang teguh dengannya dengan sebenar-benarnya.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Hukum Aqiqoh Ketika Sudah Dewasa

Pertannyaan :
ada seorang anak yang sudah baligh, yang dulunya anak tersebut oleh orang tuanya belum diaqiqahi, kemudian setelah baligh orang tuanya ingin mengaqiqahi.
Apakah hal ini diperbolehkan dalam syariat Islam?
Kemudian apakah hukumnya wajib bagi orang tua untuk mengaqiqahi anaknya? 

Jawab:
Mengenai permasalahan ini, kita bisa mengambil pelajaran dari dua fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berikut dalam Liqo-at Al Bab Al Maftuh. Semoga bermanfaat.

[Pertama]

Soal:
Ada seorang ayah yang memiliki sepuluh anak perempuan dan mereka semua belum diaqiqohi, namun sekarang mereka sudah berkeluarga. Apa yang mesti dilakukan oleh anak-anaknya?
Apa sebenarnya hukum aqiqah?
Apakah betul apabila seorang anak tidak diaqiqohi, maka ia tidak akan memberi syafaat pada orang tuanya?

Jawab:
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad.
Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan
bagi wanita dengan seekor kambing.

Anjuran aqiqah ini menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah anak, ).
Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran, ), orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah.

Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
 “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghobun: 16).

Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.

[Kedua]

Soal:
Apabila seseorang tidak diaqiqahi ketika kecil, apakah ia tetap dianjurkan untuk diaqiqahi ketika dewasa? Apa saja batasan masih dibolehkannya aqiqah?
Jawab:
Apabila orang tuanya dahulu adalah orang yang tidak mampu pada saat waktu dianjurkannya aqiqah (yaitu pada hari ke-7, 14, atau 21 kelahiran),
Jadi apabila keadaan orang tuanya tidak mampu ketika pensyariatan aqiqah, maka aqiqah menjadi gugur karena ia tidak memiliki kemampuan. Sedangkan jika orang tuanya mampu ketika ia lahir, namun ia menunda aqiqah hingga anaknya dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Adapun waktu utama aqiqah adalah hari ketujuh kelahiran, kemudian hari keempatbelas kelahiran, kemudian hari keduapuluh satu kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat kelipatan tujuh hari.
Aqiqah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing.

Pelajaran Penting Seputar Aqiqah

Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad dan seharusnya tidak ditinggalkan oleh orang yang mampu melakukannya.
Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan dua ekor kambing, namun dengan seekor kambing juga dibolehkan. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
Waktu utama aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh.

Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun

dinilai lemah oleh ulama Malikiyah.

Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena yg penting adalah aqiqahnya dilaksanakan.
Aqiqah asalnya menjadi beban ayah selaku pemberi nafkah.
Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak.
Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah.

Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu.

Apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur, walaupun nanti beberapa waktu kemudian orang tua menjadi kaya.

Sebaliknya apabila ketika waktu pensyariatan aqiqah (sebelum dewasa), orang tua dalam keadaan kaya, maka orang tua tetap dianjurkan mengaqiqahi anaknya meskipun anaknya sudah dewasa.

Imam Asy Syafi’i memiliki pendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan walaupun diakhirkan.
Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Akan tetapi ketika itu, anak punya pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak.
Perhitungan hari ke-7 kelahiran, hari pertamanya dihitung mulai dari hari kelahiran. Misalnya si bayi lahir pada hari Senin, maka hari ke-7 kelahiran adalah hari Ahad. Berarti hari Ahad adalah hari pelaksanaan aqiqah.

Ada pendapat yang menyatakan, “Jika seseorang anak tidak diaqiqahi, maka ia tidak akan memberi syafaat kepada orang tuanya pada hari kiamat nanti”, ini adalah pendapat yang lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ibnul Qayyim.
Demikian pembahasan ringkas mengenai aqiqah. Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.
 Amin>

Aqiqoh

Berita Gembira dan Ucapan Selamat
Adalah dianjurkan bagi kaum muslimin untuk segera memberi ucapan selamat dan turut bergembira kepada sesama muslim terhadap peristiwa kelahiran anaknya. Jika terlambat menyampaikannya maka hendaklah ia berdoa kepada Allah swt akan saudara dan putranya itu. Penyampaian ucapan itu sangat berpengaruh bagi penanaman jiwa kerukunan dan kasih sayang di antara sesama.
Ketika Muhammad saw dilahirkan, Tsuwaibah budak perempuan Abu Lahabsegera menyampaikan berita gembira tersebut kepada tuannya,Malam ini telah lahir anak Abdullah bin Abdul Muthalib. Karena kegembiraan yang sangat ketika mendengar kabar itu, Abu Lahab langsung membebaskan budaknya itu sebagai tanda terima kasihnya.
Ucapan selamat hendaknya disamakan terhadap kelahiran anak laki-laki atau perempuan.Hal ini dilakukan agar terbebas dari kebiasaan buruk masa jahiliah. Penyampaian ucapan selamat misalnya dengan ucapan Semoga bayinya diberkahi dan karunianya disyukuri, atau “semuga ia mencapai usia dewasa dan anda menikmati baktinya.

Azan dan Iqamah

Islam mengatur agar bayi yang baru dilahirkan segera dibacakan azan di telinga kanannnya dan iqamah di telinga kirinya.
Diriwayatkan dari Abi Rafi ra.,Aku melihat Rasulullah saw berazan di telinga Hasan bin Ali ketika ia baru saja dilahirkan oleh Fathimah.(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzi dalam kitabnya ,Tuhfatul Mauludi, rahasia mengazani telinga anak yang baru saja dilahirkan adalah untuk memperdengarkan pada pendengarannya sjak dini akan kebesaran asma Allah dan kalimat syahadat yang merupakan pintu gerbang masuknya seseorang ke dalam Islam. Tindakan ini sama dengan talqin baginya, yang merupakan lambing keislaman yang diucapkan ketika ia memasuki dunia. Ini juga dibacakan ketika ia meninggal dunia.
Pengaruh azan sampai ke lubuk hatinya adalah tidak diragukan lagi. Begitu juga dengan manfaat lainnya. Mengumandangkan azan berarti telah menjauhkan anak dari usikan setan yang senantiasa menantikan kelahirannya untuk dijadikan pengikutnya. Diharapkan, hubungannya dengan setan sangat lemah atau dengan kata lain seruan Islam lebih dulu sampai kepada sang bayi daripada datangnya seruan setan.

Membersihkan Mulut Bayi
Mulut bagian atas dari dalam disebut al-hanak dan membersihkan mulut bayi itu disebut
Tahnik ,artinya membersihkan mulut bagian atas bayi dari dalam dengan kurma yang telah dimamah sampai benar-benar lumat. Bila tidak ada kurma dapat diganti dengan buah-buahan manis lainnya. Hal ini mengikuti sunnah Nabi.
Mungkin, tujuan dari membersihkan mulut itu untuk mempersiapkan mulut sang bayi untuk dapat menyusu air susu ibunya. Demi untuk mendapat keberkahan yang maksimal, sebaiknya seseorang yang dipilih untuk melakukan tahnik itu adalah seorang yang bertakwa kepada Allah swt.
Abu Musa ra berkata, Aku dikaruniai seorang putra, kemudian aku membawanya kepada Nabi saw. Beliau menamainya Ibrahim, membersihkan mulutnya dengan kurma, dan di do'akan agar mendapat keberkahan. Setelah itu , baru diserahkan padaku.Dikisahkan oleh Asma ra bahwa dia tengah mengandung Abdullah bin Zubair di Mekah, kemudian dia hijrah ke Madinah. Sesampainya di Quba, dia melahirkan Abdullah. Ia pergi membawa anaknya itu ke hadapan Rasulullah saw , Beliau meletakkan bayi itu di haribaannya, meminta sebuah kurma, dan dikunyahnya hingga benar-benar halus, kemudian Beliau memasukkannya ke dalam mulut sang bayi. Demikianlah air liur Rasulullah adalah sesuatu yang pertama kali masuk ke dalam perut bayi tersebut. Kemudian berdoa agar Allh swt berkenan memberkahinya.
Ia adalah anak muslim pertama dari kaum muhajirin yang dilahirkan di bumi Madinah. Selanjutnya ucap sayyidatina Asma ra. Kaum muslimin bersukaria atas kelahirannya itu karena sudah didesas-desuskan sebelumnya kepada kaum muslimin bahwa mereka tidak akan memperoleh keturunan karena orang-orang yahudi telah menyihir mereka.

Mencukur Rambut

Ketika Islam mengajarkan kepada kita tentang sesuatu, tentulah tujuan utamanya untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Anatara lain dapat diringkas dalam tiga hal berikut:
1. Menambah erat hubungan antara hamba dan Rabbnya dengan ikatan ibadah dan doa.
2. Membina masyarakat ideal di antara manusia yang diliputi rasa kasih saying antara yang kaya dan yang miskin, baik kaya materi maupun kaya spiritual.
3. Untuk kepentingan individu itu sendiri, diantaranya untuk kesehatan si muslim itu.
Mencukur rambut bayi yang tampaknya sederhana dalam pelaksanaan, namun berguna untuk merealisasikan ketiga tujuan di atas.
1. Suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya.
2. Memperkuat pembinaan dan hubungan masyarakat serta perekonomian karena pencukuran rambut bayi diikuti dengan penimbangan berat rambut bayi dengan perak untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
3. Sebagai suatu sarana dan upaya penyehatan sang bayi karena dengan mencukur rambutnya berarti pori-pori kulit kepalanya menjadi lebuh terbuka , rambutnya akan lebih subur, dan mungkin juga akan berpengaruh dalam menguatkan daya penglihatan, pendengaran, dan penciuman, seperti yang dikatakan Ibnul Qayyim dalam Tuhfatul Maudud.

Dikatakan dalam Muwaththa Malik dari Jafar bin Muhamad dari ayahnya,Fathimah telah menimbang rambut putra-putrinya yaitu Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum. Rambut masing-masing ditimbang dengan perak dan kemudian nilainya disedekahkan kepada fakir miskin. Atha berkata, Pencukuran rambut didahulukan dari pemotongan aqiqah. Mungkin, hal ini untuk membedakannya dari manasik haji agar tidak saru. Lazimnya mencukur rambut itu dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi.
Berbicara tentang pencukuran rambut ini, kebiasaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin di sekitar kita yang mencukur sebagian rambut bayinya dan membiarkan sebagian lainnya, antara lain seperti berikut ini:
1. Memotong sebagian rambut kepala dan membiarkan sebagian lainnya tanpa beraturan.
2. Mencukur bagian tengah kepalanya dan membiarkan bagian lainnya, persis seperti yang dilakukan oleh khadam gereja atau biarawati gereja.
3. Mencukur sekeliling kepala dan membiarkan yang di bagian tengahnya, persis seperti jambul.
4. Mencukur bagian depan dari kepala dan membiarkan bagian belakangnya.

Sudah tentu, pemotongan rambut dengan sistem gaza tersebut, dengan diberi jambul atau seperti rumbai-rumbai di kepalanya sehingga terlihat buruk dan tidak anggun itu, adalah bukan ajaran yang diwariskan Islam. Perlakuan semacam itu bukan hanya bertentangan dengan ajaran Islam, malah bisa merusak citra dan selera anak sampai dewasa kelak.

Aqiqah

1. Arti aqiaqh ialah kambing yang dipotong untuk mensyukuri kelahiran bayi yang dilakukan pada hari ketujuh.
Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah, tetapi Aliman Allith dan Daud Adhahiri berpendapat wajib. Pelaksanaanya seperti kurban waktu Idul Adha, tetapi aqiqah tidak boleh secara patungan.

Sabda Rasulullah saw. Riwayat Samirah : Tiap bayi yang terlahir tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, lalu dicukur rambutnya dan diberi nama.
Lebih afdhal lagi bila untuk bayi laki-laki dua ekor kambing dan untuk perempuan seekor, meskipun untuk laki-laki diperbolehkan seekor, sebagaimana Rasulullah menyembelih seekor domba untuk al-Hasan dan seekor untuk al-Husain, cucu-cucu beliau.

2. Kalau bertemu Hari kurban dengan hari aqiqah, cukup sekali saja penyembelihan untuk dua keperluan tersebut.

Merupakan satu paket, memberi nama yang baik dan dicukur rambutnya seluruhnya atau sebagian, lalu ditimbang dengan berat emas atau perak dan disedekahkan harga atau nilai emas atau perak tersebut, lalu dikhitan.

3. Aqiqah merupakan petunjuk agama. Selamatan dengan menyembelih domba, separo dibagikan kepada fakir miskin dan separo dihadiahkan dan dimakan sendiri (sekeluarga).

Adapun yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dalam istilah tingkep,selamatan atau œmito saat hamil tujuh bulan, itu bukanlah ajaran Islam. Mungkin, istilah dan ajaran ini berasal dari agama lain yang datang sebelum Islam dan yang masih diyakini sebagai tradisi. Apalagi, dengan mentahsiskan hidangan tertentu ditambah jarum dan benang jahit, ini sudah berarti disusupi unsur syirik.

4. Suatu yang aneh, ajaran Islam yang berupa selamatan diabaikan, tetapi yang bukan ajaran Islam justru dikerjakan.
Â
5. Mengkhitan bayi pada usia tujuh hari bersamaan dengan aqiqah adalah sunnah Rasulullah ketika cucu-cucu beliau Hasan dan Husain dikhitan.

KHITAN

1. Dasar disyariatkan khitan dalam agama Islam ialah sabda Rasulullah saw.
Ibrahim khalil ar-Rahman melakukan khitan tatkala sudah berusia delapan puluh tahun. Dia berkhitan dengan menggunakan al-kadum (kampak).
Ada yang mengartikan al-kadum sebagai sebuah tempat atau kota, ada pula yang mengartikannya sebagai bagian paling depannya (ujung).
2. Allah dan Rasul-Nya menyuruh umatnya untuk mengikuti jejak agama Ibrahim.

Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
Diantara ajaran Ibrahim adalah khitan
.

Umat Islam sepakat disyariatkannya khitan, tetapi berselisih pendapat tentang hukumnya.
a. Imam SyafiI mewajibkan khitan untuk pria dan wanita, juga banyak ulama lain.
b. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah dan lain-lain berpendapat sunnah bagi laki-laki dan perempuan.
c. Banyak ulama lain berpendapat wajib bagi laki-laki saja dan bagi perempuan tidak wajib.
d. Banyak ulama berpendapat sunnah untuk laki-laki dan penghormatan untuk perempuan.
e. Ada yang berpendapat sunnah untuk laki-laki dan pengaiayaan atau kezaliman bila dilakukan pengurangan bagi perempuan.

3. Waktu khitan adalah dari mulai lahir sampai sebelum balig dan disunnahkan satu minggu atau empat belas hari atau dua puluh satu setelah lahir.
4. Dengan khitan, dibuanglah tempat tinggal dan bersembunyinya kotoran agar bersih suci selamanya.
Menurut para dokter dengan dikhitan, kesehatan akan lebih terpelihara dan lebih banyak terhindar dari penyakit kanker dan gangguan lainnya. Juga, bersih penggunaan, yaitu tidak untuk berbuat yang diharamkan oleh Islam.

Pemberian Nama
1. Sebelum bayi lahir, pada lazimnya kedua orang tua sudah merencanakan beberapa nama bagi bayi laki-laki atau bayi perempuan mereka. Kadangkala, terjadi ketidaksepakatan sampai bayi sudah lahir beberapa hari, sampai bisa terjadi sianak menyandang dua nama.
Apakah nama berpengaruh terhadap orangnya ? Apakah ada kaitannya antara nama dan orangnya ?.
Pertanyaan ii belum pernah bisa dijawab dengan pasti, baik oleh ilmu pengetahuan maupun akal dan perasaan.
Secara kebetulan memeang ada karena nama bisa menimbulkan rasa optimis atau sebagai sugesti. Memberi nama itu mudah, tetapi memilih yang baik itu sulit, bahkan kadang kala diberi nama buruk, sulit dibaca, berat didengar, dan bahkan mengambil nama-nama hewan atau alam yang seram.
Rasulullah saw, pernah memerintahkan beberapa sahabat agar mengganti nama-nama seperti syararah (percikan api), harb (perang), dan lain-lain. Begitu pula nama tempat (contohnya : Lembah Maut).
Ketika menghadapi delegasi kafir Quraisy dengan pemimpinnya yang bernama Suhail yang berarti MudahRasulullah saw optimis dengan nama tersebut.
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzia, nama itu bertalian dengan orangnya dalam arti ada hikmah bagi hubungan antara nama dan orangnya.
Seorang muslim sebaiknya memberi nama yang beridentitas Muslim. Kalau yang beragama Nasrani memberi nama seperti Arnold, Hendrik dan sebagainya, alangkah baiknya kalau nama daerah atau suku dirangkai dengan nama yang beridentitas muslim, misalnya Ahmad Subarjo

2. Rasulullah bernama Muhammad yang berarti terpuji oleh mereka yang dilangit dan dibumi. Ayah beliau bernama Abdullah yang berarti penyembah Allah, Ibu beliau bernama Aminah yang berarti yang dapat dipercaya. Yang menyusui beliau bernama Halimah yang berarti sabar bijaksana, dan as-Sadiyah dari keluarga Bani Saad yang berarti bahagia.
Jadi, seorang yang telah mencapai lima tujuan berikut ini, dialah orang yag paling mulia.
a.Terpuji dilangit dan dibumi.
b.Penyembah Allah.
c.Jujur, Dapat dipercaya.
d.Sabar, Bijaksana.
e.Bahagia sejahtera.

Pelaksanaan Aqiqah
Ahmad bin Hanbal berbicara tentang aqiqah,Penyembelihan dilakukan pada hari ketujuh; jika tidak pada hari ke empatbelas; dan jika tidak pada hari keduapuluh satu
Dalam hadits yang dibawakan oleh al-Baihaqi juga terdapat keterangan yang sepura dengan hal tersebut. Ada beberapa ulama berpendapat bahwa jika pada hari-hari tersebut belum juga dapat dilaksanakan penyembelihan, penyembelihan dapat dilakukan pada hari-hari lainnya yang memungkinkan. Apa bila pada Idul Adha bertepatan waktunya dengan hari Aqiqah, cukuplah dilakukan pemotongan seekor domba untuk keduanya sekaligus.

Hukum Pemotongan Aqiqah

 Telah dikatakan bahwa bila seseorang tidak mapu melaksanakan aqiqiah, tidak ada keharusan baginya memaksakan diri untuk melakukannya. Adapula yang membenarkan pelaksanaan aqiqiah dengan modal pinjaman demi menghidupan sunnah Rasul dan dengan harapanInsya AllahDia akan menggantinya dengan rezeki yang lebih besar.
Muhammad bin Ibrahim berkata,Aqiqiah itu diperintahkan meskipun berupa seekor burung.Adapun para ulama masih berselisih pendapat dala menilai hukum aqiqah itu, apakah wajib hukumnya atau terpuji hukumnya.
Pelaksanaan aqiqah tidak dibenarkan dilakukan secara kolektif seperti halnya dengan pelaksanaan kurban.

Makruh memecahkan Tulang Aqiqah

Perlu diperhatikan kepada yang bersangkutan untuk tidak memecahkan tulang-tulang hewan aqiqah, baik pada waktu disembelih maupun pada waktu dimakan. Tulang-tulangnya dipisahkan dipersendiannya dengan maksud antara lain sebagai berikut.
1. Anjuran agar pada waktu diberikan mentah atau setelah dimasak terlihat menyenangkan bagi para fakir yang menerimanya, para tetangga yang melihatnya dan bagi para pengantarnya.
2. Menaruh rasa optimis terhadap kesehatan dan keselamatan anggota badan yang dilahirkan, berhubung aqiqah itu dianggap sebagai penebus untuk sibayi.

Syarat-syarat Aqiqah.

1. Pada waktu memotong aqiqah juga diucapkan apa yang diucapkan pada waktu memotong Kurban yaitu : Bismillah
2. Lebih diutamakan memasak aqiqah dan tidak diberikan dalam keadaan mentah untuk mempermudah para fakir miskin dalam menikmatinya, dan ini lebih terpuji.
3. Umur aqiqah yang disembelih adalah sesuai dengan yang diperintahkan, sehat dan tidak cacat.
4. Tidak sah bila dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa orang dengan memotong seekor domba untuk beberapa anak dari mereka.
5. Sebaiknya, aqiqah itu berupa domba, walau ada juga yang menyembelih seekor unta, sapi, atau kerbau.
6. Diutamakan memotong aqiqah itu atas nama si bayi.
Sabda Nabi saw,Sembelihlah atas namanya Artinya, diniatkan atas nama si bayi dengan mengucapkan, Dengan asma Allah, ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu, ini adalah aqiqah si fulan.
Penyembelihan yang baik dilakukan setelah matahari terbit.
7. Apa yang terpuji pada pemotongan aqiqah adalah sama seperti yang terpuji pada pemotongan Qurban, yakni dagingnya disedekahkan yang baik adalah sepertiga dikonsumsi sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga disedekahkan.
8. Tidak diperkenankan menjual kulit aqiqah atau dijadikan bayaran penyembelihan. Harus disedekahkan atau diambil untuk kepentingan orang yang mengadakan aqiqah.
9. Bagi orang yang mengetahui bahwa oleh orang tuanya belum diaqiqahkan, dianjurkan untuk mengadakan aqiqah, seperti Nabi saw telah mengadakan aqiqah untuk dirinya setelah diangkat menjadi Rasul.
10. Sebelum dilakukan penyembelihan aqiqah, terlebih dahulu dilakukan pencukuran rambut bayi, kemudian rambutnya ditimbang dengan perak dan nilainya disedekahkan kepada fakir miskin.

Hikmah Aqiqah

1. Sebagai pernyataan gembira atas diberinya kekuatan untuk melaksanakan syariat Islam dan dianugrahinya seorang anak Muslim yang diharapkan kelak akan mengabdikan dirinya hanya kepada Allah SWT.
2. Membiasakan berqurban bagi orang tua/wali untuk sibayi sejak pertama kali kelahirannya didunia ini.
3. Melepaskan penghalang-panghalang pada sang bayi dalam memberikan syafaat kepada orang tua mereka kelak.
4. Melindungi dari gangguan setan sehingga setiap anggota tubuh aqiqah berguna untuk menebus seluruh anggota tubuh sibayi.
5. Sejak dini mempersiapkan anak-anaknya agar dapat menghadapi tantangan masa depannya.
6. Sebagai ungkapan dan pernyataan menerima amanah dari Allah SWT unuk mengasuh, memelihara, mendidik dan mempersiapka anak menjadi anak shaleh.
7. Sebagai syiar agama dan sekaligus mewujudkan kepada masyarakat akan kegiatan sunnah yang nilainya sangat dianjurkan.
8. Sebagai ikrar atau puji kita kepada Allah SWT dan disaksikan kepada mereka yang menyaksikan bahwa kita akan berusaha untuk membesarkan anak kita dengan sebaik-baiknya.

Walimah Aqiqah
Walimah berasal dari kata walam yang berarti berarti kumpul-kumpul, makan-makan untuk hajatan (pesta) perkawinan atau keperluan lain.
Umumnya ulama berpendapat bahwa walimah nikah hukumnya sunnah muakkadah dan yang diundang wajib hukumnya untuk datang. Selain itu walimah nikah hukumnya mustahab (tidak wajib).

Menurut sebagian besar ulamaiyyah mendatangi walimah adalah wajib.
Walimah aqiqah sebaiknya diselenggarakan dengan sederhana dan sesuai dengan kemampuan. Acara disusun sedemikian rupa sehingga mengesankan nuansa islam. Mengundang sahabat, kerabat, tetangga dan teman anak-anak kita. Yang diundang mencerminkan dari yang berhak menerima aqiqah adalah 50% untuk dihadiahkan dan dimakan sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu hikmah diselenggarakan walimah aqiqah adalah untuk syiar agama Islam dan membiasakan menyelenggarakan kegiatan sunnah. Kita tunjukan kepada masyarakat dan kerabat bahwa yang idealnya adalah justru menyelenggarakan pesta yang dianjurkan. Wujudkan satu tekad bahwa jika kita menyelenggarakan kegiatan yang dianjurkan insya Allah akan mendapat pahala dan keberkahan.

Doa Untuk Bayi

Aku mohonkan perlindungan untukmu dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala gangguan setan dan binatang, dan dari ketajaman mata yang berakibat buruk kepada apa yang dilihatnya (H.R. Bukhari).

Untuk Orang Tua

1. Persiapan diri kita untuk menerima kehadiran anak kita dengan sebaik-baiknya, baik dari segi mental spiritual maupun materil.
2. Kita ikhlas menerima amanah dari Allah atas kelahiran anak kita, baik laki-laki maupun perempuan, sehat maupun kurang sehat, normal. Semua itu kita terima hanya semata untuk mendapat ridha-Nya.
3. Kita ikhlas apabila anak kita kemudian diminta kembali oleh Allah SWT, baik ketika masih kecil maupun sudah dewasa, dipanggil karena sakit, musibah lain, atau kelak ia menjadi syahid atau syahidah.
4. Tuntun dan bimbinglah dengan ahlak yang baik, pendidikan yang maksimal, dengan membekali ilmu yang bermanfaat untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan dinullah.
5. Berilah makanan yang baik dan halal.
Dan, janganlah kamu memberi makan (anakmu) dari sumber rezeki (yang haram), hendaklah kamu memberi (dari sumber rezeki) makanan yang baik (H.R. Haakim)

6. Berilah haknya untuk mendapat lingkungan dan pergaulan (di rumah, masyarakat dan sekolah).
7. Tekankanlah untuk tertib dalam shalat, qiraatul-Quran, saling berkasih sayang kepada semua insan.
8. Memberikan susu ibu sampai usia dua tahun.
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuaan  (al-Baqarah : 233)
Dengan memberi air susu ibu kepada anak, pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan dan kesehatan fisik dan jiwa anak.

9. Berilah kesempatan untuk terampil dan kuat jasmani dengan olahraga, dan mampu mengerjakan tugas-tugas di rumah.

Akal yang sehat berada di dalam badan yang sehat

Hidayah


Pengertian Hidayah

Hidayah artinya petunjuk, bimbingan, keterangan, dan kebenaran.  
Hidayah adalah petunjuk Allah swt. terhadap makhluk-Nya tentang sesuatu yang mengandung kebenaran atau sesuatu yang berharga dan membawa keselamatan. 
Penggunaan Kata Hidayah Dalam Al-Qur’an
Hidayah secara bahasa berasal dari kata hadaa-yahdii-hidaayatan yang berarti memberi petunjuk yang benar.
Dalam kitab Tafsir Al-Munir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hidayah Allah adalah petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada manusia agar manusia berjalan di jalan yang lurus, jalan yang penuh dengan kebenaran bukan jalan orang-orang yang sesat dan menyesatkan.

Penggunaan bentuk terkadang untuk menunjukkan bahwa petunjuk itu diperoleh melalui jalan ikhtiar, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, 

seperti digambarkan dalam surat al-An'am [6]:97
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut…”

Terkadang juga mengandung arti “pengharapan akan hidayah” seperti QS. al-Baqarah [2]: 53
“Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk”

Ibnu Katsir (774-1373 M) seorang mufasir dan ahli hadits, mengatakan bahwa hidayah dipakai oleh ayat-ayat al-Qur’an dalam arti penjelasan, petunjuk, dan taufiq.  
Hidayah dengan makna penjelasan mengacu kepada dua hal: 
(1) menjelaskan sesuatu yang baik dan membawa kepada kebenaran dan keselamatan 
(2) menjelaskan sesuatu yang buruk dan membawa kepada kesesatan.  
Kedua bentuk penjelasan itu terlihat pada  QS. al-Balad [90]: 10

Menurut Dr. Wahbah Al-Zuhaily, 
Hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi lima hal. 
 
(1) hidayah ilhami, yaitu fitrah yang Allah berikan kepada semua makhluk ciptaan-Nya. 
(2) hidayah hawasi, yaitu hidayah yang membuat makhluk Allah mampu merespon suatu peristiwa dengan respon yang sesuai. 
(3) hidayah aqli, yakni hidayah yang diberikan khusus kepada manusia yang membuatnya bisa berpikir. 
(4) hidayah agama, yakni sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia bisa membedakan antara baik dan buruk. 
(5) hidayah taufik, yaitu hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan agama sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya.
 
Pembagian dan Bentuk Hidayah

Muhammad Mustafa al-Maraghi (1881-1945), mufasir kontemporer dari Mesir, 
membagi hidayah yang diberikan Allah swt. untuk manusia kepada dua bentuk, 
yaitu: 
al-Hidayah al-`Ammah (hidayah yang umum) 
dan al-Hidayah al-Khas (hidayah yang khusus).  

Hidayah yang umum ialah hidayah yang diberikan Allah swt. kepada segenap manusia untuk dijadikannya sebagai petunjuk dalam hidupnya, 
sedangkan Hidayah yang khusus ialah hidayah yang hanya dianugerahkan Allah swt. kepada sebagian manusia saja.  Dengan hidayah ini manusia akan sampai kepada kebenaran sejati dan akan selamat dalam hidupnya.
Al-Maraghi membagi Hidayah umum ini kepada empat bentuk, yaitu:

(1) Hidayah al-ilham (petunjuk ilham), yaitu berupa gharizah (insting, pembawaan asli) yang dibawa oleh setiap manusia sejak kelahirannya, seperti: bayi yang baru lahir, tanpa belajar dapat menyusu pada ibunya.  Hidayah dalam bentuk ini bukan hanya milik manusia, tetapi dikaruniakan juga oleh Allah swt. kepada makhluk-makhluk lain, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.  
Sementara itu Abu Kalam Azad, memberi istilah dengan hidayah wijdan, yaitu gerak hati yang terdapat dalam bakat manusia atau binatang.  
Kemampuan alamiah ini dianugerahkan Allah swt. kepada manusia sejak bayi. Ayat-ayat yang dijadikan rujukan bagi jenis hidayah ini, misalnya QS. Thoha [20]: 50.

“Musa berkata: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”

(2) Hidayah al-Hawasy (petunjuk alat indera) yaitu berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan inderawi, dan peradaban.  
Dengan indera ini manusia dapat membedakan sesuatu yang bermanfaat dan mudharat bagi dirinya.   
Akan tetapi, hidayah dalam bentuk ini belum dapat mengantarkan manusia kepada kebenaran, karena kemampuannya sangat terbatas, 
misalnya mata melihat benda yang jaraknya jauh lebih kecil dari sebenarnya; lidah orang yang sedang ditimpa sakit merasakan gula itu pahit, dan sebagainya.  
Karena itu, Allah swt.  menyempurnakan hidayah ini dengan hidayah akal.

(3) Hidayah al-‘Aql (petunjuk akal), yaitu berupa kemampuan akal untuk memikirkan, memahami, dan mengetahui suatu objek, yang akan dapat membawanya kepada kebenaran dan keselamatan hidup. Al-Qur’an menganjurkan manusia agar memperhatikan segala sesuatu di sekitarnya serta memikirkan, memahami, dan mengetahui seluk beluknya sebagai ciptaan Allah swt. guna memantapkan keimanannya, seperti terlihat pada QS. Al-Imron [3]: 190

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”

Nalar/akal berfungsi dalam batas-batas panca indera dan tidak bisa  lepas darinya.  Akal jarang sekali mampu menangkap apa yang di luar jangkauan panca indera.  
Dia tidak mampu menuntun kita ke alam kehidupan yang berada di luar jangkauan panca indera, bahkan dalam khazanah kegiatan lahiriah.  
Di sana sini kadang-kadang dia bertentangan dengan nafsu, dan seringkali nafsu itulah yang menang.  
Akal dengan jelas menunjukkan bahwa suatu perbuatan tertentu akan menyebabkan luka, akan tetapi nafsu memaksa  untuk mengabaikan akal.  
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur”
Kata … di atas bukan untuk arti fisik/jasmani, tetapi merupakan suatu daya yang terdapat dalam tubuh seseorang berfungsi memelihara akal.

(4) Hidayah ad-Den (petunjuk agama), yaitu berupa wahyu yang diturunkan Allah swt. kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya atau kepada manusia seluruhnya, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup guna mencapai kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Wahyu tersebut kemudian dibukukan dan disebut kitab suci.  Salah satu kitab suci ialah al-Qur’an, yang diturunkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad saw. sebagai hidayah untuk segenap manusia.. Di samping hidayat yang umum di atas, terdapat pula hidayah yang khusus dikaruniakan Allah swt. kepada orang tertentu, yang akan membuat keimanan dan ketakwaan lebih mantap.  Hidayah yang seperti ini bisa berwujud taufiq, ma`­nah (pertolongan Allah swt. terhadap orang-orang yang beriman), dan lain-lain.
Hidayah dalam bentuk-bentuk yang telah disebutkan di atas adalah milik Allah swt. semata-mata.  Oleh sebab itu, tidak seorang pun yang dapat memberikannya selain Allah swt., baik dalam bentuk hidayah yang umum ataupun hidayah yang khusus.  
Hal ini diisyaratkan oleh firman Allah swt. dalam QS. al-Qashash [28]: 56
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Karenanya, Abi Thalib bin Abdul Muttalib  (85 SH/540 M-3 SH/619 M), paman Nabi Muhammad saw., sekalipun sangat dicintai Nabi saw. dan bahkan senantiasa memberikan dorongan dalam dakwahnya, sampai akhir hayatnya tetap berada dalam kekafiran, karena tidak mendapat hidayah dari Allah swt.  
Demikian pula kalangan orientalis yang memahami kebenaran Islam, sebagian masuk Islam karena mendapat hidayah, sedangkan sebagian tetap tidak masuk Islam karena tidak memperoleh hidayah Allah swt. 

Sehubungan dengan itu, Allah swt. berfirman dalam QS. al-Baqarah [2]: 272
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, a
kan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya..”

Penutup

Karena hidayah itu hanya milik Allah swt., maka kewajiban manusia ialah memohon hidayah tersebut kepada-Nya, di samping senantiasa melakukan tindakan-tindakan preventif, seperti menghindari perbuatan maksiat, dan selalu melakukan kewajiban, mempelajari ajaran agama, dan sebagainya.  Firman Allah swt. dalam QS. al-¦asyr [59]: 19
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan lupa kepada diri mereka sendiri.  Mereka itulah orang-orang yang fasik